Selasa, 12 November 2013

Romantis dengan Matematika (Part 1)


Di ruang kuliah, saat jeda sejenak, sambil tersenyum ramah seorang dosen matematika berkata pada para mahasiswa dan mahasiswinya.
“Kata orang, kita belum dikatakan sebagai matematikawan sejati kalau belum mampu berkarya sastra, menulis puisi yang romantis misalnya.”
“Kenapa begitu, Pak?” celetuk seorang mahasiswi, sengaja iseng bertanya agar dosennya lupa melanjutkan perkuliahan dan berharap berlama-lama membahas tentang hal yang barusan dikatakannya.
“Ya, tentu ada alasan yang masuk akal kenapa seorang matematikawan belum dikatakan sebagai matematikawan sejati bila belum mampu menulis karya sastra,” kata sang dosen sambil berpikir mencari-cari pembenaran.
Sementara itu para mahasiswa diam terkesima, sepertinya menunggu alasan logis yang akan dikatakan dosen mereka, Pak Zero namanya.
Kata orang, karya sastra bisa jadi merupakan bentuk capaian puncak intelektualitas seseorang. Karenanya, wajar belum dikatakan matematikawan sejati bila belum bisa berkarya sastra,” begitu alasan yang keluar dari mulut sang dosen.
***
“Ah, pasti si bapak sering baca artikel-artikel yang ada di blog Bicara Matematika. Makanya dia bisa bicara begitu,” kata Tom, salah seorang mahasiswa Pak Zero, sambil berbisik pada teman duduk di sebelahnya.
“Iya, sepertinya dia pernah baca artikel Gadis Manis di Jendela,” Jerry membenarkan perkataan Tom.
***
“Pak, kalau begitu coba dong beri kami contoh puisi buatan bapak,” kata mahasiswi tadi dengan rasa kepingin yang tinggi. Karena sebetulnya dia naksir berat dengan Pak Zero, yang kebetulan masih bujangan. :mrgreen:
Sambil tersenyum, berpikir, kemudian Pak Zero menulis–di papan tulis –sebuah puisi berikut ini. Sebetulnya puisi ini sengaja dibuat untuk seorang mahasiswi yang ditaksirnya, ada di ruang kuliah tersebut.
Ragukan bahwa 2 + 2 = 4
Ragukan bahwa 2 \times 2 = 4
Ragukan bahwa 2^2 = 4
Tapi, jangan ragukan bahwa hanya padamu hatiku terpikat
“Ough…. so sweeeeet!!! Romantis bangeeeets!!!” begitu gumam para mahasiswi yang naksir berat pada Pak Zero, termasuk mahasiswi yang selalu bertanya-tanya tadi.
“Waauw, gombal bangeeeets!!!” gerutu para mahasiswi yang juga tidak terlalu naksir, tapi sudah sangat berpengalaman dalam hal pacaran.  Sedangkan para mahasiswa hanya tersenyum-senyum, sedikit  tertawa, kagum pada dosennya.
Sementara itu sang mahasiswi yang ditaksir oleh Pak Zero hanya bisa diam. Tersipu. Antara senang yang membuncah dan malu yang menyelimut. Tampak bersemu merah parasnya. Manis senyumnya. Cantik!
“Mmm… puisi romantis dari seorang yang biasa kaku dengan angka-angka,” gumam dalam hati sang mahasiswi dambaan hati Pak Zero.
Selanjutnya, Pak Zero mengulas panjang lebar puisi buatannya. Para mahasiswa menyimak sambil cengar-cengir, tersindir sekaligus terpesona membenarkan perkataan dosennya. Hingga waktu kuliah usai.
***
Di ruang kerjanya, saat istirahat, Pak Zero mengirim pesan singkat, alias sms*, pada mahasiswi yang sudah lumayan lama ditaksirnya tadi. Pak Zero tahu nomor ponsel sang mahasiswi karena sang dambaan hati pernah menghubunginya, saat terlambat mengumpulkan tugas. :D
Puisi tadi saya buat khusus untukmu.
Singkat, penuh makna. Begitulah isi sms yang dikirim Pak Zero yang tetap menjaga kesantunan.
Belum lama pesan tadi terkirim. Tiba-tiba ada pesan masuk.
Pak Zero deg-degan, GR, berharap sms yang masuk dari gadis yang ditaksirnya.
Pak, puisi yang tadi di kelas, buat saya ya…? Tukeran dong…  :-)   :-) *Duh maluuuu… kabur  aaaaaah….*
Demikian isi pesan singkat barusan. Tak ada nama pengirim. Tapi Pak Zero menduga bahwa sms tersebut berasal dari salah seorang mahasiswinya. Antara senang, GR, malu, berbaur tidak karuan. Tapi sayang, sms tersebut bukan dari mahasiswi yang ditaksirnya.
Iseng-iseng, Pak Zero membalas sms tersebut. Sekedar menghargai penggemar rahasianya agar tidak menyakiti hati orang. :D
Dituker pake apa?
Begitu jawabannya, cukup diplomatis, pura-pura tidak mengerti…  :D :mrgreen:
Selang beberapa saat, setelah membalas sms gelap tadi, berulang kali ponsel Pak Zero bergetar,  menerima berulang-ulang sms dari sang pengirim gelap tersebut. Isinya macam-macam: puisi, pantun, dan ungkapan keterpesonaan, cinta, kekaguman sang pengirim pada Pak Zero. Tapi, Pak Zero bergeming, dingin, tidak menanggapi.
Pak Zero hanya berharap mendapat balasan dari sang mahasiswi yang ditaksirnya. Sayang, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Seharian dia menunggu, tak juga ada balasan sms dari sang gadis kekasih hati, harapan cintanya.
Apakah ini berarti cintanya ditolak?
***
Beberapa hari kemudian, ponsel Pak Zero bergetar. Senang, gembira, malu, GR, dag-dig-dug bersatu mengaduk-aduk hatinya. Empat pesan yang saling menyambung diterima dari sang mahasiswi dambaan hati,  sang gadis impian– seperti berikut ini.
Assalamu’alaikum.
Pak Zero, bapak adalah dosen yang saya kagumi; Dosen yang mampu menginspirasi saya untuk terus berprestasi; Dosen yang memberi teladan bagaimana caranya mengejar cita-cita,  membahagiakan kedua orang tua.
Mmmm….
Terimakasih  atas puisinya. Romantis! Saat membacanya, saya merasakan sebuah ledakan perasaan yang dahsyat dari hati bapak. Ungkapan hati yang meluap-luap. Ungkapan jujur dari satu jiwa yang mendamba potongan terbaik mozaik hidupnya.
Tapi,  bapak perlu tahu, saya hanyalah gadis biasa, mungkin tak seperti yang bapak angankan.
Mmmm…
Saat ini saya  masih ingin menjaga hati dalam bentuk dan warna yang sama. Warna merah hati biasa. Bukan merah jambu yang bapak tunggu. Belum saatnya saya mengiris hati ini, membelahnya untuk orang lain. Hanya waktu yang akan menjawab: kapan dan untuk siapa hati ini saya berikan.
Maaf,
Wassalamu’alaikum.
Bersambung…
=======================================================
Ya sudah, sampai di sini dulu ya perjumpaan kita kali ini? Mudah-mudahan cerpen ini ada manfaatnya. Amin.
Sampai jumpa di artikel mendatang!
Catatan:
-*sms = short message service = layanan pesan singkat
- Saya ucapkan terimakasih pada pihak-pihak yang mengijinkan beberapa kata atau kalimatnya tersisip indah dalam cerpen ini. Mohon maaf bila pemilihan kata yang ada kurang berkenan, baik dari segi kebahasaan ataupun kesopan-santunan. Mohon kritik dan saran konstruktif dari Anda sekalian. Terimakasih!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar